Bab I
Pendahuluan
A. Latar Belakang
Mata pelajaran biologi diberikan kepada peserta didik dengan cara
menngali kemampuan berpikir logis, analitis, sistematis, kritis dan
kreatif serta kemampuan bekerja sama. Dalam membelajarkan biologi kepada
siswa, apabila guru masih menggunakan paradigma pembelajaran lama dalam
arti komunikasi dalam pembelajaran biologi cenderung berlangsung satu
arah umumnya dari guru ke siswa, guru lebih mendominasi pembelajaran
maka pembelajaran cenderung monoton sehingga mengakibatkan peserta didik
(siswa) merasa jenuh dan tersiksa. Oleh karena itu dalam membelajarkan
biologi kepada siswa, guru hendaknya lebih memilih berbagai variasi
pendekatan, strategi, metode yang sesuai dengan situasi sehingga tujuan
pembelajaran yang direncanakan akan tercapai. Perlu diketahui bahwa baik
atau tidaknya suatu pemilihan model pembelajaran akan tergantung tujuan
pembelajarannya, kesesuaian dengan materi pembelajaran, tingkat
perkembangan peserta didik (siswa), kemampuan guru dalam mengelola
pembelajaran serta mengoptimalkan sumber-sumber belajar . Berdasarkan
penjelasan di atas sebaiknya RPP yang dibuat oleh guru dikembangkan agar
siswa dapat berpikir kritis dan kreatif.
B. Tujuan
Tulisan ini bertujuan untuk menambah wawasan para pembaca dalam membuat
rencana pelaksanaan pembelajaran agar dapat menerapkan pendekatan,
strategi, metode pembelajaran yang sesuai dengan tingkat perkembangan
siswa dan materi pembelajaran sehingga harapan kita agar siswa dapat
berpikir kritis dan kreatif dapat tercapai.
Bab II
Pembahasan
A.Berpikir kritis
Pengertian berpikir ada yang menganggap sebagai suatu proses asosiasi
saja; pandangan semacam ini dikemukakan oleh kaum Asosiasionist.
Sedangkan Kaum Fungsionalist memandang berpikir sebagai suatu proses
penguatan hubungan antara stimulus dan respons. Diantaranya ada yang
mengemukakan bahwa berpikir merupakan suatu kegiatan psikis untuk
mencari hubungan antara dua objek atau lebih. Secara sederhana, berpikir
adalah memproses informasi secara mental atau secara kognitif. Secara
lebih formal, berpikir adalah penyusunan ulang atau manipulasi kognitif
baik informasi dari lingkungan maupun simbol-simbol yang disimpan dalam
long term memory. Jadi, berpikir adalah sebuah representasi simbol dari
beberapa peristiwa atau item (Khodijah, 2006:117). Sedangkan menurut
Drever (dalam Walgito, 1997 dikutip Khodijah, 2006:117) berpikir adalah
melatih ide-ide dengan cara yang tepat dan seksama yang dimulai dengan
adanya masalah. Solso (1998 dalam Khodijah, 2006:117) berpikir adalah
sebuah proses dimana representasi mental baru dibentuk melalui
transformasi informasi dengan interaksi yang komplek atribut-atribut
mental seperti penilaian, abstraksi, logika, imajinasi, dan pemecahan
masalah. Dari pengertian tersebut tampak bahwa ada tiga pandangan dasar
tentang berpikir, yaitu (1) berpikir adalah kognitif, yaitu timbul
secara internal dalam pikiran tetapi dapat diperkirakan dari perilaku,
(2) berpikir merupakan sebuah proses yang melibatkan beberapa manipulasi
pengetahuan dalam sistem kognitif, dan (3) berpikir diarahkan dan
menghasilkan perilaku yang memecahkan masalah atau diarahkan pada
solusi.Definisi yang paling umum dari berfikir adalah berkembangnya ide
dan konsep (Bochenski, dalam Suriasumantri (ed), 1983:52 dalam
http://www.andragogi.com) di dalam diri seseorang.
Menurut Edward de bono (dalam kemampuan berpikir kritis, kreatif dan
proaktif,2008,diakes tanggal 16 September 2010 melalui
http://www.smartfm.co.id/) ada 3 tingkatan kualitas otak dalam berpikir
yang pertama adalah berpikir Kritis, yang lebih tinggi lagi adalah
berpikir kreatif dan yang paling tinggi adalah berpikir Pro aktif.
Kritis adalah suatu pola tingkatan berpikir kita yang selalu dapat
melihat sisi-sisi kekurangan dari sebuah konsep atau pemikiran; terutama
konsep dan pemikiran orang lain. Oleh karena itu pada tingkatan
berpikir Kritis seseorang akan selalu melakukan Kritisi terhadap konsep
atau hasil karya orang lain tanpa bisa memberikan solusinya. Kreatif
adalah suatu pola tingkatan berpikir kita yang tidak hanya bisa melihat
sisi lemah sebuah konsep atau pemikiran namun sekaligus ia juga bisa
mengusulkan berbagai ide yang dapat digunakan sebagai pemecahannya. Oleh
karena itu pada tingkatan berpikir kreatif seseorang tidak hanya
berhasil menemukan sisi lemah dari sebuah konsep namun juga melahirkan
konsep-konsep baru yang jauh lebih sempurna.
Salah satu contoh buah pemikiran kreatif yang luar biasa adalah
Kecerdasan Beragam atau Multiple Intelligence; yang dicetuskan oleh
Howard Gardner pada tahun 1983. Tingkatan yang paling tinggi dari
semuanya adalah cara berpikir proaktif; Proaktif adalah suatu tingkatan
pola berpikir manusia yang bisa memprakirakan hal-hal apa mungkin
menjadi permasalahan manusia dimasa mendatang dan mulai mempersiapkan
solusinya sejak masa sekarang (berpikir kritis, kreatif dan
proaktif,2008,diakes tanggal 16 September 2010 melalui
http://www.smartfm.co.id/).
Ada lagi sebuah pemikiran yang luar biasa dasyat tentang berpikir
proaktif ini telah dituangkan kedalam buku yang berjudul “Management by
Two Thousand XXX” karangan George Berner.
George Berner secara garis besar melukiskan kemajuan perjalanan
teknologi manusia sampai dengan tahun 2500 an, buku yang luar biasa
dasyat ini telah melahirkan sebuah prediksi pemikiran bahwa pada tahun
2500; manusia sudah akan mulai bermigrasi ke Planet Mars, karena pada
tahun 2400an ; manusia telah berhasil menciptakan teknologi pengatur
Iklim, hal ini terjadi setelah kira-kira tahun 2300an manusia telah bisa
membuat sistem tata udara dst…..
Anda mungkin bisa saja berpikir bahwa….”ah itu kan hanya sebuah khayalan dan impian manusia saja….?”
Namun ternyata di negara maju, buku ini telah mengispirasi banyak Ilmuan
dan peneliti untuk semakin giat melakukan berbagai riset dan
penelitiannya.
Sementara bangsa-bangsa lain sudah berada pada tingkatan berpikir Pro
Akti jauh kedepan memikirkan suatu proses migrasi manusia untuk
membentuk sebuah kehidupan baru di Planet Mars, sudah berada dilevel
manakah pola berpikir mayoritas bangsa kita saat ini ?
sistem pembelajaran yang diterapkan di sekolah pada umumnya yang
cenderung bersifat hafalan ini telah membuat anak-anak kita sulit
sekali untuk bisa mencapai tingkat berpikir kritis.
Menurut Ennis (dalam Hassoubah, 2004), berpikir kritis adalah berpikir
secara beralasan dan reflektif dengan menekankan pada pembuatan
keputusan tentang apa yang harus dipercayai atau dilakukan. Oleh karena
itu, indikator kemampuan berpikir kritis dapat diturunkan dari aktivitas
kritis siswa sebagai berikut :
(1). Mencari pernyataan yang jelas dari setiap pertanyaan.
(2). Mencari alasan.
(3). Berusaha mengetahui informasi dengan baik.
(4). Memakai sumber yang memiliki kredibilitas dan menyebutkannya.
(5). Memperhatikan situasi dan kondisi secara keseluruhan.
(6). Berusaha tetap relevan dengan ide utama.
(7). Mengingat kepentingan yang asli dan mendasar.
8). Mencari alternatif
(9). Bersikap dan berpikir terbuka.
(10). Mengambil posisi ketika ada bukti yang cukup untuk melakukan sesuatu.
(11). Mencari penjelasan sebanyak mungkin apabila memungkinkan.
(12). Bersikap secara sistimatis dan teratur dengan bagian-bagian dari keseluruhan masalah.
Indikator kemampuan berpikir kritis yang diturunkan dari aktivitas
kritis no. 1 adalah mampu merumuskan pokok-pokok permasalahan. Indikator
yang diturunkan dari aktivitas kritis no. 3, 4, dan 7 adalah mampu
mengungkap fakta yang dibutuhkan dalam menyelesaikan suatu masalah.
Indikator yang diturunkan dari aktivitas kritis no. 2, 6, dan 12 adalah
mampu memilih argumen logis, relevan dan akurat. Indikator yang
diturunkan dari aktivitas kritis no. 8 dan 10, dan 11 adalah mampu
mendeteksi bias berdasarkan pada sudut pandang yang berbeda. Indikator
yang diturunkan dari aktivitas kritis no. 5 dan 9 adalah mampu
menentukan akibat dari suatu pernyataan yang diambil sebagai suatu
keputusan.
Beyer (dalam Hassoubah, 2004) mengatakan bahwa keterampilan berpikir kritis meliputi beberapa kemampuan sebagai berikut :
(1) Menentukan kredibilitas suatu sumber.
(2). Membedakan antara yang relevan dari yang tidak relevan.
(3). Membedakan fakta dari penilaian.
(4). Mengidentifikasi dan mengevaluasi asumsi yang tidak terucapkan.
(5). Mengidentifikasi bias yang ada.
(6). Mengidentifikasi sudut pandang.
(7). Mengevaluasi bukti yang ditawarkan untuk mendukung pengakuan.
Sementara itu Ellis (dalam Rosyada, 2004) mengemukakan bahwa
keterampilan berpikir kritis meliputi kemampuan-kemampuan sebagai berikut :
(1). Mampu membedakan antara fakta yang bisa diverifikasi dengan tuntutan nilai.
(2). Mampu membedakan antara informasi, alasan, dan tuntutan-tuntutan yang relevan dengan yang tidak relevan.
(3). Mampu menetapkan fakta yang akurat.
(4). Mampu menetapkan sumber yang memiliki kredibilitas.
(5). Mampu mengidentifikasi tuntutan dan argumen-argumen yang ambiguistik.
(6). Mampu mengidentifikasi asumsi-asumsi yang tidak diungkapkan.
(7). Mampu menditeksi bias.
(8). Mampu mengidentifikasi logika-logika yang keliru.
(9). Mampu mengenali logika yang tidak konsisten.
(10). Mampu menetapkan argumentasi atau tuntutan yang paling kuat.
Sementara itu Ellis (dalam Rosyada, 2004) mengemukakan bahwa
keterampilan berpikir kritis meliputi kemampuan-kemampuan sebagai berikut :
(1). Mampu membedakan antara fakta yang bisa diverifikasi dengan tuntutan nilai.
(2). Mampu membedakan antara informasi, alasan, dan tuntutan-tuntutan yang relevan dengan yang tidak relevan.
(3). Mampu menetapkan fakta yang akurat.
(4). Mampu menetapkan sumber yang memiliki kredibilitas.
(5). Mampu mengidentifikasi tuntutan dan argumen-argumen yang ambiguistik.
(6). Mampu mengidentifikasi asumsi-asumsi yang tidak diungkapkan.
(7). Mampu menditeksi bias.
(8). Mampu mengidentifikasi logika-logika yang keliru.
(9). Mampu mengenali logika yang tidak konsisten.
(10). Mampu menetapkan argumentasi atau tuntutan yang paling kuat.
Nickerson (dalam Schfersman,1991) seorang ahli dalam berpikir kritis
menyampaikan ciri-ciri orang yang berpikir kritis dalam hal pengetahuan,
kemampuan, sikap, dan kebiasaan dalam bertindak sebagai berikut:
(1). Menggunakan fakta-fakta secara mahir dan jujur.
(2). Mengorganisasi pikiran dan mengartikulasikannya dengan jelas, logis atau masuk akal.
(3) Membedakan antara kesimpulan yang didasarkan pada logika yang valid dengan logika yang tidak valid.
(4). Mengidentifikasi kecukupan data.
(5). Memahami perbedaan antara penalaran dan rasionalisasi.
(6). Mencoba untuk mengantisipasi kemungkinan konsekuensi dari berbagai
kegiatan.
(7). Memahami ide sesuai dengan tingkat keyakinannya.
(8). Melihat similiritas dan analogi secara tidak dangkal.
(9). Dapat belajar secara independen dan mempunyai perhatian yang tak kunjung hilang dalam bekerjanya.
(10). Menerapkan teknik problem solving dalam domain lain dari yang sudah dipelajarinya.
(11). Dapat menyusun representasi masalah secara informal ke dalam cara formal .
(12). Dapat menyatakan suatu argumen verbal yang tidak relevan dan mengungkapkan argumen yang esensial.
(13). Mempertanyakan suatu pandangan dan mempertanyakan implikasi dari suatu pandangan.
(14). Sensitif terhadap perbedaan antara validitas dan intensitas dari
suatu kepercayaan dengan validitas dan intensitas yang dipegangnya.
(15). Menyadari bahwa fakta dan pemahaman seseorang selalu terbatas,
banyak fakta yang harus dijelaskan dengan sikap non inquiri.
(16). Mengenali kemungkinan keliru dari suatu pendapat, kemungkinan bias
dalam pendapat, dan mengenali bahaya dari pembobotan fakta menurut
pilihan pribadi.
Selain itu, Gokhale (1995) dalam penelitiannya yang berjudul
Collaborative Learning Enhances Critical Thinking menyatakan bahwa yang
dimaksud dengan soal berpikir kritis adalah soal yang melibatkan
analisis, sintesis, dan evaluasi dari suatu konsep. Cotton (1991),
menyatakan bahwa berpikir kritis disebut juga berpikir logis dan
berpikir analitis. Selanjutnya menurut Langrehr (2006), untuk melatih
berpikir kritis siswa harus didorong untuk menjawab
pertanyaan-pertanyaan yang berkaitan dengan hal-hal sebagai berikut :
(1) Menentukan konsekuensi dari suatu keputusan atau suatu kejadian; (2)
Mengidentifikasi asumsi yang digunakan dalam suatu pernyataan; (3)
Merumuskan pokok-popok permasalahan; (4) Menemukan adanya bias
berdasarkan pada sudut pandang yang berbeda; (5) Mengungkapkan penyebab
suatu kejadian; (6) Memilih fakor-faktor yang men.dukung terhadap suatu
keputusan
(Kemampuan berpikir kritis dan kreatif,
file.upi.edu/ai.php?…File%2024%20Kemampuan%20Berpikir%20Kritis%20dan%20Kreatif%20…diakses
pada tanggal 14 September 2010)
Dari gambaran ini dapat dilihat bahwa berfikir pada dasarnya adalah
proses psikologis. Kemampuan berfikir pada manusia alamiah sifatnya.
Manusia yang lahir dalam keadaan normal akan dengan sendirinya memiliki
kemampuan ini dengan tingkat yang relatif berbeda. Jika demikian, yang
perlu diupayakan dalam proses pembelajaran adalah mengembangkan
kemampuan ini, dan bukannya melemahkannya. Para pendidik yang memiliki
kecendrungan untuk memberikan penjelasan yang “selengkapnya” tentang
satu material pembelajaran akan cendrung melemahkan kemampuan subjek
didik untuk berfikir. Sebaliknya, para pendidik yang lebih memusatkan
pembelajarannya pada pemberian pengertian-pengertian atau konsep-konsep
kunci yang fungsional akan mendorong subjek didiknya mengembangkan
kemampuan berfikir mereka. Pembelajaran seperti ini akan menghadirkan
tentangan psikologi bagi subjek didik untuk merumuskan
kesimpulan-kesimpulannya secara mandiri.Tujuan berpikir adalah
memecahkan permasalahan tersebut. Karena itu sering dikemukakan bahwa
berpikir itu adalah merupakan aktifitas psikis yang intentional,
berpikir tentang sesuatu. Di dalam pemecahan masalah tersebut, orang
menghubungkan satu hal dengan hal yang lain hingga dapat mendapatkan
pemecahan masalah.
B. Berpikir kreatif
Menurut Langrehr (2006), untuk melatih berpikir kreatif siswa harus
didorong untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan yang berkaitan dengan
hal-hal sebagai berikut :
Membuat kombinasi dari beberapa bagian sehingga terbentuk hal yang baru;
(2) Menggunakan ciri-ciri acak dari suatu benda sehingga terjadi
perubahan dari desain yang sudah ada menjadi desain yang baru; (3)
Mengeliminasi suatu bagian dari sesuatu hal sehingga diperoleh sesuatu
hal yang baru; (4) Memikirkan kegunaan alternatif dari sesuatu hal
sehingga diperoleh kegunaan yang baru; (5) Menyusun ide-ide yang
berlawanan dengan ide-ide yang sudah biasa digunakan orang sehingga
diperoleh ide-ide baru; (6) Menentukan kegunaan bentuk ekstrim dari
suatu benda sehingga ditemukan kegunaan baru dari benda tersebut
Selanjutnya menurut Alvino (dalam Cotton, 1991), kreatif adalah
melakukan suatu kegiatan yang ditandai oleh empat komponen, yaitu :
fluency (menurunkan banyak ide), flexibility (mengubah perspektif dengan
mudah), originality (menyusun sesuatu yang baru), dan elaboration
(mengembangkan ide lain dari suatu ide).
Rincian cirri-ciri dari fluency, flexibility, originality, dan
elaboration dikemukan oleh Munandar (1999), ciri-ciri fluency
diantaranya adalah: (1) Mencetuskan banyak ide, banyak jawaban, banyak
penyelesaian masalah, banyak pertanyaan dengan lancar; (2) Memberikan
banyak cara atau saran untuk melakukan berbagai hal; (3) Selalu
memikirkan lebih dari satu jawaban. Ciri-ciri flexibility diantaranya
adalah : (1) Menghasilkan gagasan, jawaban, atau pertanyaan yang
bervariasi, dapat melihat suatu masalah dari sudut pandang yang
berbeda-beda; (2) Mencari banyak alternatif atau arah yang berbeda-beda;
(4) Mampu mengubah cara pendekatan atau cara pemikiran. Ciri-ciri
originality diantaranya adalah : (1) Mampu melahirkan ungkapan yang baru
dan unik; (2) Memikirkan cara yang tidak lazim untuk mengungkapkan
diri; (3) Mampu membuat kombinasi-kombinasi yang tidak lazim dari
bagian-bagian atau unsur-unsur. Ciri-ciri elaboration diantarnya adalah :
(1) Mampu memperkaya dan mengembangkan suatu gagasan atau produk; (2)
Menambah atau memperinci detil-detil dari suatu obyek, gagasan, atau
situasi sehingga menjadi lebih menarik.
(Kemampuan berpikir kritis dan kreatif,
file.upi.edu/ai.php?…File%2024%20Kemampuan%20Berpikir%20Kritis%20dan%20Kreatif%20…diakses
pada tanggal 14 September 2010).
Pada dasarnya hidup ini adalah memecahkan masalah. Hal ini memerlukan
kemampuan berpikir kritis dan kreatif. Kritis untuk menganalisis
masalah; dan kreatif untuk melahirkan alternatif pemecahan masalah.
Kedua jenis berpikir tersebut, kritis dan kreatif, berasal dari rasa
ingin tahu dan imajinasi yang keduanya ada pada diri anak sejak lahir.
Oleh karena itu, tugas guru adalah mengembangkannya, antara lain dengan
sering-sering memberikan tugas atau mengajukan pertanyaan yang terbuka.
Pertanyaan yang dimulai dengan kata-kata “Apa yang terjadi jika …” lebih
baik daripada yang dimulai dengan kata-kata “Apa, berapa, kapan”, yang
umumnya tertutup (jawaban betul hanya satu).
Menurut Webster’s New Encyclopedic All New 1994 Edition “kritis”
(critical) adalah “Using or involving careful judgement” sehingga
“berpikir kritis” dapat diartikan sebagai berpikir yang membutuhkan
kecermatan dalam membuat keputusan. Pengertian yang lain diberikan oleh
Ennis (1996) yaitu: berpikir kritis merupakan sebuah proses yang
bertujuan untuk membuat keputusan yang masuk akal mengenai apa yang kita
percayai dan apa yang kita kerjakan. Berpikir kritis merupakan salah
satu tahapan berpikir tingkat tinggi. Costa (Liliasari, 2000: 136)
mengkategorikan proses berpikir kompleks atau berpikir tingkat tinggi
kedalam empat kelompok yang meliputi pemecahan masalah (problem
solving), pengambilan keputusan (decision making), berpikir kritis
(critical thinking), dan berpikir kreatif (creative thinking) (diakses
tanggal 5 September 2010 melalui
www.khusnuridlo.com/2010/07/pengertian-berpikir.html).
Berpikir kritis diperlukan dalam kehidupan di masyarakat, karena dalam
kehidupan di masyarakat manusia selalu dihadapkan pada permasalahan yang
memerlukan pemecahan. Untuk memecahkan suatu permasalahan tentu
diperlukan data-data agar dapat dibuat keputusan yang logis, dan untuk
membuat suatu keputusan yang tepat, diperlukan kemampuan berpikir kritis
yang baik.
Karena begitu pentingnya, berpikir kritis pada umumnya dianggap sebagai
tujuan utama dari pembelajaran. Selain itu berpikir kritis memainkan
peranan yang penting dalam banyak macam pekerjaan, khususnya
pekerjaan-pekerjaan yang memerlukan ketelitian dan berpikir analitis
(Watson dan Glaser (1980:1)). Pendapat tersebut sesuai pula dengan
tujuan pembelajaran matematika di jenjang pendidikan dasar dan
pendidikan menengah seperti tertuang baik dalam Kurikulum 1994 maupun
Kurikulum 2004, yang bertujuan agar siswa dapat menggunakan matematika
sebagai cara bernalar (berpikir logis, kritis, sistematis, dan objektif)
yang dapat digunakan dalam menyelesaikan masalah, baik masalah dalam
kehidupan sehari-hari maupun dalam mempelajari berbagai ilmu
pengetahuan(diakses tanggal 5 September 2010 melalui
www.khusnuridlo.com/2010/07/pengertian-berpikir.html).
Menurut Krulik dan Rudnick (1995: 2) penalaran meliputi berpikir dasar
(basic thinking), berpikir kritis (critical thinking), dan berpikir
kreatif (creative thinking). Terdapat delapan buah deskripsi yang dapat
dihubungkan dengan berpikir kritis, yaitu menguji, menghubungkan, dan
mengevaluasi semua aspek dari sebuah situasi atau masalah, memfokuskan
pada bagian dari sebuah situasi atau masalah, mengumpulkan dan
mengorganisasikan informasi, memvalidasi dan menganalisis informasi,
mengingat dan menganalisis informasi, menentukan masuk akal tidaknya
sebuah jawaban, menarik kesimpulan yang valid, memiliki sifat analitis
dan refleksif.
Beberapa kemampuan yang dikaitkan dengan konsep berpikir kritis, adalah
kemampuan-kemampuan untuk memahami masalah, menyeleksi informasi yang
penting untuk menyelesaikan masalah, memahami asumsi-asumsi, merumuskan
dan menyeleksi hipotesis yang relevan, serta menarik kesimpulan yang
valid dan menentukan kevalidan dari kesimpulan-kesimpulan (Dressel dan
Mayhew) (Watson dan Glaser, 1980:1).(diakses tanggal 5 September 2010
melalui www.khusnuridlo.com/2010/07/pengertian-berpikir.html)
Namun demikian, sesungguhnya kemampuan berpikir kreatif pada dasarnya
dimiliki semua orang. Berpikir kreatif adalah kemampuan untuk
menciptakan gagasan-gagasan baru dan orisinil. Bahkan pada orang yang
merasa tidak mampu menciptakan ide baru pun sebenarnya bisa berpikir
secara kreatif, asalkan
dilatih(kuliah.dagdigdug.com/2008/07/06/berpikir-kreatif/diakses tanggal
25 Agustus 2010).
C. Pengembangan kurikulum
Pengembangan kurikulum adalah istilah yang komprehensif, didalamnya
mencakup: perencanaan, penerapan dan evaluasi. Perencanaan kurikulum
adalah langkah awal membangun kurikulum ketika pekerja kurikulum membuat
keputusan dan mengambil tindakan untuk menghasilkan perencanaan yang
akan digunakan oleh guru dan peserta didik. Penerapan Kurikulum atau
biasa disebut juga implementasi kurikulum berusaha mentransfer
perencanaan kurikulum ke dalam tindakan operasional. Evaluasi kurikulum
merupakan tahap akhir dari pengembangan kurikulum untuk menentukan
seberapa besar hasil-hasil pembelajaran, tingkat ketercapaian
program-program yang telah direncanakan, dan hasil-hasil kurikulum itu
sendiri.
Nana Syaodih Sukmadinata (1997) mengetengahkan prinsip-prinsip
pengembangan kurikulum yang dibagi ke dalam dua kelompok : (1) prinsip –
prinsip umum : relevansi, fleksibilitas, kontinuitas, praktis, dan
efektivitas; (2) prinsip-prinsip khusus : prinsip berkenaan dengan
tujuan pendidikan, prinsip berkenaan dengan pemilihan isi pendidikan,
prinsip berkenaan dengan pemilihan proses belajar mengajar, prinsip
berkenaan dengan pemilihan media dan alat pelajaran, dan prinsip
berkenaan dengan pemilihan kegiatan penilaian. Sedangkan Asep Herry
Hernawan dkk (2002) mengemukakan lima prinsip dalam pengembangan
kurikulum, yaitu :
1. Prinsip relevansi; secara internal bahwa kurikulum memiliki relevansi
di antara komponen-komponen kurikulum (tujuan, bahan, strategi,
organisasi dan evaluasi). Sedangkan secara eksternal bahwa
komponen-komponen tersebutmemiliki relevansi dengan tuntutan ilmu
pengetahuan dan teknologi (relevansi epistomologis), tuntutan dan
potensi peserta didik (relevansi psikologis) serta tuntutan dan
kebutuhan perkembangan masyarakat (relevansi sosilogis).
2. Prinsip fleksibilitas; dalam pengembangan kurikulum mengusahakan agar
yang dihasilkan memiliki sifat luwes, lentur dan fleksibel dalam
pelaksanaannya, memungkinkan terjadinya penyesuaian-penyesuaian
berdasarkan situasi dan kondisi tempat dan waktu yang selalu berkembang,
serta kemampuan dan latar bekang peserta didik.
3. Prinsip kontinuitas; yakni adanya kesinambungandalam kurikulum, baik
secara vertikal, maupun secara horizontal. Pengalaman-pengalaman belajar
yang disediakan kurikulum harus memperhatikan kesinambungan, baik yang
di dalam tingkat kelas, antar jenjang pendidikan, maupun antara jenjang
pendidikan dengan jenis pekerjaan.
4. Prinsip efisiensi; yakni mengusahakan agar dalam pengembangan
kurikulum dapat mendayagunakan waktu, biaya, dan sumber-sumber lain yang
ada secara optimal, cermat dan tepat sehingga hasilnya memadai.
5. Prinsip efektivitas; yakni mengusahakan agar kegiatan pengembangan
kurikulum mencapai tujuan tanpa kegiatan yang mubazir, baik secara
kualitas maupun kuantitas.
Terkait dengan pengembangan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan, terdapat sejumlah prinsip-prinsip yang harus dipenuhi, yaitu :
1. Berpusat pada potensi, perkembangan, kebutuhan, dan kepentingan
peserta didik dan lingkungannya. Kurikulum dikembangkan berdasarkan
prinsip bahwa peserta didik memiliki posisi sentral untuk mengembangkan
kompetensinya agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada
Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif,
mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung
jawab. Untuk mendukung pencapaian tujuan tersebut pengembangan
kompetensi peserta didik disesuaikan dengan potensi, perkembangan,
kebutuhan, dan kepentingan peserta didik serta tuntutan lingkungan.
2. Kurikulum dikembangkan dengan memperhatikan keragaman karakteristik
peserta didik, kondisi daerah, dan jenjang serta jenis pendidikan, tanpa
membedakan agama, suku, budaya dan adat istiadat, serta status sosial
ekonomi dan gender. Kurikulum meliputi substansi komponen muatan wajib
kurikulum, muatan lokal, dan pengembangan diri secara terpadu, serta
disusun dalam keterkaitan dan kesinambungan yang bermakna dan tepat
antarsubstansi.
3. Tanggap terhadap perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni.
Kurikulum dikembangkan atas dasar kesadaran bahwa ilmu pengetahuan,
teknologi dan seni berkembang secara dinamis, dan oleh karena itu
semangat dan isi kurikulum mendorong peserta didik untuk mengikuti dan
memanfaatkan secara tepat perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan
seni.
4. Relevan dengan kebutuhan kehidupan. Pengembangan kurikulum dilakukan
dengan melibatkan pemangku kepentingan (stakeholders) untuk menjamin
relevansi pendidikan dengan kebutuhan kehidupan, termasuk di dalamnya
kehidupan kemasyarakatan, dunia usaha dan dunia kerja. Oleh karena itu,
pengembangan keterampilan pribadi, keterampilan berpikir, keterampilan
sosial, keterampilan akademik, dan keterampilan vokasional merupakan
keniscayaan.
5. Menyeluruh dan berkesinambungan. Substansi kurikulum mencakup
keseluruhan dimensi kompetensi, bidang kajian keilmuan dan mata
pelajaran yang direncanakan dan disajikan secara berkesinambungan
antarsemua jenjang pendidikan.
6. Belajar sepanjang hayat. Kurikulum diarahkan kepada proses
pengembangan, pembudayaan dan pemberdayaan peserta didik yang
berlangsung sepanjang hayat. Kurikulum mencerminkan keterkaitan antara
unsur-unsur pendidikan formal, nonformal dan informal, dengan
memperhatikan kondisi dan tuntutan lingkungan yang selalu berkembang
serta arah pengembangan manusia seutuhnya.
7. Seimbang antara kepentingan nasional dan kepentingan daerah.
Kurikulum dikembangkan dengan memperhatikan kepentingan nasional dan
kepentingan daerah untuk membangun kehidupan bermasyarakat, berbangsa
dan bernegara. Kepentingan nasional dan kepentingan daerah harus saling
mengisi dan memberdayakan sejalan dengan motto Bhineka Tunggal Ika dalam
kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Pengembangan kurikulum dapat dilakukan melalui dua pendekatan yaitu :
(1) pendekatan top-down the administrative model dan (2) the grass root
model.
1. The administrative model;
Model ini merupakan model pengembangan kurikulum yang paling lama dan
paling banyak digunakan. Gagasan pengembangan kurikulum datang dari para
administrator pendidikan dan menggunakan prosedur administrasi. Dengan
wewenang administrasinya, membentuk suatu Komisi atau Tim Pengarah
pengembangan kurikulum. Anggotanya, terdiri dari pejabat di bawahnya,
para ahli pendidikan, ahli kurikulum, ahli disiplin ilmu, dan para tokoh
dari dunia kerja dan perusahaan. Tugas tim ini adalah merumuskan
konsep-konsep dasar, landasan-landasan, kebijaksanaan dan strategi utama
dalam pengembangan kurikulum. Selanjutnya administrator membentuk Tim
Kerja terdiri dari para ahli pendidikan, ahli kurikulum, ahli disiplin
ilmu dari perguruan tinggi, dan guru-guru senior, yang bertugas menyusun
kurikulum yang sesungguhnya yang lebih operasional menjabarkan
konsep-konsep dan kebijakan dasar yang telah digariskan oleh Tim
pengarah, seperti merumuskan tujuan-tujuan yang lebih operasional,
memilih sekuens materi, memilih strategi pembelajaran dan evaluasi,
serta menyusun pedoman-pedoman pelaksanaan kurikulum bagi guru-guru.
Setelah Tim Kerja selesai melaksanakan tugasnya, hasilnya dikaji ulang
oleh Tim Pengarah serta para ahli lain yang berwenang atau pejabat yang
kompeten. Setelah mendapatkan beberapa penyempurnaan dan dinilai telah
cukup baik, administrator pemberi tugas menetapkan berlakunya kurikulum
tersebut. Karena datangnya dari atas, maka model ini disebut juga model
Top – Down. Dalam pelaksanaannya, diperlukan monitoring, pengawasan dan
bimbingan. Setelah berjalan beberapa saat perlu dilakukan evaluasi.
2. The grass root model;
Model pengembangan ini merupakan lawan dari model pertama. Inisiatif dan
upaya pengembangan kurikulum, bukan datang dari atas tetapi dari bawah,
yaitu guru-guru atau sekolah. Model pengembangan kurikulum yang
pertama, digunakan dalam sistem pengelolaan pendidikan/kurikulum yang
bersifat sentralisasi, sedangkan model grass roots akan berkembang dalam
sistem pendidikan yang bersifat desentralisasi. Dalam model
pengembangan yang bersifat grass roots seorang guru, sekelompok guru
atau keseluruhan guru di suatu sekolah mengadakan upaya pengembangan
kurikulum. Pengembangan atau penyempurnaan ini dapat berkenaan dengan
suatu komponen kurikulum, satu atau beberapa bidang studi ataupun
seluruh bidang studi dan seluruh komponen kurikulum. Apabila kondisinya
telah memungkinkan, baik dilihat dari kemampuan guru-guru, fasilitas
biaya maupun bahan-bahan kepustakaan, pengembangan kurikulum model grass
root tampaknya akan lebih baik. Hal itu didasarkan atas pertimbangan
bahwa guru adalah perencana, pelaksana, dan juga penyempurna dari
pengajaran di kelasnya. Dialah yang paling tahu kebutuhan kelasnya, oleh
karena itu dialah yang paling kompeten menyusun kurikulum bagi
kelasnya. Pengembangan kurikulum yang bersifat grass roots, mungkin
hanya berlaku untuk bidang studi tertentu atau sekolah tertentu, tetapi
mungkin pula dapat digunakan untuk seluruh bidang studi pada sekolah
atau daerah lain. Pengembangan kurikulum yang bersifat desentralistik
dengan model grass rootsnya, memungkinkan terjadinya kompetisi dalam
meningkatkan mutu dan sistem pendidikan, yang pada gilirannya akan
melahirkan manusia-manusia yang lebih mandiri dan kreatif.
Terkait dengan pengembangan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan,
tampaknya lebih cenderung dilakukan dengan menggunakan pendekatan the
grass-root model. Kendati demikian, agar pengembangan kurikulum dapat
berjalan efektif tentunya harus ditopang oleh kesiapan sumber daya,
terutama sumber daya manusia yang tersedia di sekolah
(akhmadsudrajat.wordpress.com/…/model-pengembangan-kurikulum/).
Berdasarkan panduan pengembangan pembuatan RPP untuk mengimplementasikan
pogram pembelajaran yang sudah dituangkan di dalam silabus, guru harus
menyusun Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP). RPP merupakan pegangan
bagi guru dalam
melaksanakan pembelajaran baik di kelas, laboratorium, dan/atau lapangan
untuk setiap Kompetensi dasar. Oleh karena itu, apa yang tertuang di dalam
RPP memuat hal-hal yang langsung berkait dengan aktivitas pembelajaran
dalam upaya pencapaian penguasaan suatu Kompetensi Dasar.Dalam menyusun
RPP guru harus mencantumkan Standar Kompetensi yang memayungi Kompetensi
Dasar yang akan disusun dalam RPP-nya. Di dalam RPP secara rinci harus
dimuat Tujuan Pembelajaran,Materi Pembelajaran, Metode Pembelajaran,
Langkah-langkah Kegiatan pembelajaran, Sumber Belajar, dan Penilaian.
RPP dapat didefenisikan rencana yang menggambarkan prosedur dan
pengorganisasian pembelajaran untuk mencapai suatu kompetensi dasar yang
ditetapkan dalam Standar Isi yang dijabarkan dalam
silabus(www.slideshare.net/…/4-pengembangan-rpp – Amerika Serikat).
Sesuai dengan Permendiknas Nomor 41 Tahun 2007 tentang Standar Proses
dijelaskan bahwa RPP dijabarkan dari silabus untuk mengarahkan ke¬giatan
belajar peserta didik dalam upaya mencapai KD. Setiap guru pada satuan
pendidikan berkewajiban menyusun RPP secara lengkap dan sistematis agar
pembelajaran berlangsung secara interaktif, inspiratif, menyenangkan,
menantang, memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif, serta
memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas, dan kemandirian
sesuai dengan bakat, minat, dan perkembangan fisik serta psikologis
peserta didik.
Metode pembelajaran, digunakan oleh guru untuk mewujudkan suasana
belajar dan proses pembela¬jaran agar peserta didik mencapai kompetensi
dasar atau seperangkat indikator yang telah ditetapkan. Pemi¬lihan
metode pembelajaran disesuaikan dengan situ¬asi dan kondisi peserta
didik, serta karakteristik dari setiap indikator dan kompetensi yang
hendak dicapai pada setiap mata pelajaran
PRINSIP-PRINSIP PENYUSUNAN RPP
- Memperhatikan perbedaan individu peserta didik
- RPP disusun dengan memperhatikan perbedaan jenis kelamin, kemampuan
awal, tingkat intelektual, minat, motivasi belajar, bakat, potensi,
kemampuan sosial, emosi, gaya belajar, kebutuhan khusus, kecepatan
belajar, latar belakang budaya, norma, nilai, dan/atau lingkungan
peserta didik.
- Mendorong partisipasi aktif peserta didik
- Proses pembelajaran dirancang dengan berpusat pada peserta didik untuk
mendorong motivasi, minat, krea¬tivitas, inisiatif, inspirasi,
kemandirian, dan semangat belajar
- Mengembangkan budaya membaca dan menulis Proses pembelajaran dirancang
untuk mengembang¬kan kegemaran membaca, pemahaman beragam ba¬caan, dan
berekspresi dalam berbagai bentuk tulisan
- Memberikan umpan balik dan tindak lanjut
- RPP memuat rancangan program pemberian umpan balik positif, penguatan, pengayaan, dan remedi.
- RPP disusun dengan memperhatikan keterkaitan dan keterpaduan antara
SK, KD, materi pembelajaran, ke¬giatan pembelajaran, indikator
pencapaian kompeten¬si, penilaian, dan sumber belajar dalam satu
keutuhan pengalaman belajar. RPP disusun dengan mengako¬modasikan
pembelajaran tematik, keterpaduan lintas mata pelajaran, lintas aspek
belajar, dan keragaman budaya.
RPP disusun dengan mempertimbangkan penerapan teknologi informasi dan
komunikasi secara terintegra¬si, sistematis, dan efektif sesuai dengan
situasi dan kondisi.
(wwwnuansamasel.blogspot.com/…/panduan-pengembangan-rpp.html).
D. Pendekatan, Strategi, Metode, Teknik, dan Model Pembelajaran
Pendekatan pembelajaran dapat diartikan sebagai titik tolak atau sudut
pandang kita terhadap proses pembelajaran, yang merujuk pada pandangan
tentang terjadinya suatu proses yang sifatnya masih sangat umum, di
dalamnya mewadahi, menginsiprasi, menguatkan, dan melatari metode
pembelajaran dengan cakupan teoretis tertentu. Dilihat dari
pendekatannya, pembelajaran terdapat dua jenis pendekatan, yaitu: (1)
pendekatan pembelajaran yang berorientasi atau berpusat pada siswa
(student centered approach) dan (2) pendekatan pembelajaran yang
berorientasi atau berpusat pada guru (teacher centered approach). Dari
pendekatan pembelajaran yang telah ditetapkan selanjutnya diturunkan ke
dalam strategi pembelajaran.
Kemp (Wina Senjaya, 2008) mengemukakan bahwa strategi pembelajaran
adalah suatu kegiatan pembelajaran yang harus dikerjakan guru dan siswa
agar tujuan pembelajaran dapat dicapai secara efektif dan efisien.
mengutip pemikiran J. R David, Wina Senjaya (2008) menyebutkan bahwa
dalam strategi pembelajaran terkandung makna perencanaan. Artinya, bahwa
strategi pada dasarnya masih bersifat konseptual tentang
keputusan-keputusan yang akan diambil dalam suatu pelaksanaan
pembelajaran.
Metode pembelajaran dapat diartikan sebagai cara yang digunakan untuk
mengimplementasikan rencana yang sudah disusun dalam bentuk kegiatan
nyata dan praktis untuk mencapai tujuan pembelajaran.
Teknik pembelajaran dapat diatikan sebagai cara yang dilakukan seseorang dalam mengimplementasikan suatu metode secara spesifik.
Taktik pembelajaran merupakan gaya seseorang dalam melaksanakan metode
atau teknik pembelajaran tertentu yang sifatnya individual.
Model pembelajaran pada dasarnya merupakan bentuk pembelajaran yang
tergambar dari awal sampai akhir yang disajikan secara khas oleh guru.
Dengan kata lain, model pembelajaran merupakan bungkus atau bingkai dari
penerapan suatu pendekatan, metode, dan teknik pembelajaran.
Desain pembelajaran menunjuk kepada kita cara-cara merencanakan
suatu sistem lingkungan belajar tertentu setelah ditetapkan strategi
pembelajaran tertentu. Jika dianalogikan dengan pembuatan rumah,
strategi membicarakan tentang berbagai kemungkinan tipe atau jenis rumah
yang hendak dibangun (rumah joglo, rumah gadang, rumah modern, dan
sebagainya), masing-masing akan menampilkan kesan dan pesan yang berbeda
dan unik. Sedangkan desain adalah menetapkan cetak biru (blue print)
rumah yang akan dibangun beserta bahan-bahan yang diperlukan dan
urutan-urutan langkah konstruksinya, maupun kriteria penyelesaiannya,
mulai dari tahap awal sampai dengan tahap akhir, setelah ditetapkan tipe
rumah yang akan
dibangun(akhmadsudrajat.wordpress.com/…/pendekatan-strategi-metode-teknik-dan-model-pembelajaran/).
Bab III
Penutup
A.Kesimpulan
Berdasarkan uraian di atas, bahwa untuk dapat melaksanakan tugasnya
secara profesional, seorang guru dituntut dapat memahami dan memliki
keterampilan yang memadai dalam mengembangkan berbagai model
pembelajaran yang efektif, kreatif dan menyenangkan, sebagaimana
diisyaratkan dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan agar harapan kita
untuk meningkatkan siswa yang berpikir krtis dan kreatif.
B.Saran
Guru pun dapat secara kreatif mencobakan dan mengembangkan model
pembelajaran tersendiri yang khas, sesuai dengan kondisi nyata di tempat
kerja masing-masing, sehingga pada gilirannya akan muncul model-model
pembelajaran versi guru yang bersangkutan, yang tentunya semakin
memperkaya khazanah model pembelajaran yang telah ada dan dapat
mendukung meningkatnya siswa berpikir kritis dan kreatif.
DAFTAR PUSTAKA
akhmadsudrajat.wordpress.com/…/pendekatan-strategi-metode-teknik-dan-model-pembelajaran
akhmadsudrajat.wordpress.com/…/model-pengembangan-kurikulum
kuliah.dagdigdug.com/2008/07/06/berpikir-kreatif/diakses tanggal 25 Agustus 2010
Kemampuan berpikir kritis dan
kreatif,file.upi.edu/ai.php?…File%2024%20Kemampuan%20Berpikir%20Kritis%20dan%20Kreatif%20…diakses
pada tanggal 14 September 2010
kemampuan berpikir kritis, kreatif dan proaktif,2008,diakes tanggal 16 September 2010 melalui http://www.smartfm.co.id/
wwwnuansamasel.blogspot.com/…/panduan-pengembangan-rpp.html
www.slideshare.net/…/4-pengembangan-rpp – Amerika Serikat
www.khusnuridlo.com/2010/07/pengertian-berpikir.html diakses tanggal 5 September 2010
Tidak ada komentar:
Posting Komentar